top of page
Search

Pemberantasan Norma, Citra Natural!!!

  • boldituberani
  • Jul 22, 2014
  • 2 min read

Terbiasa diseragamkan sejak kecil sepertinya berimpact buruk bagi pemahaman elegansi serta dogma tentang eksklusifitas sekarang ini. Pancaran citra terbias sekian derajat menjadi pembenaran dari apa yang dianggap benar oleh mayoritas. Merambat seakan menjelma jadi undang-undang yang berlaku di negara ini. Doktrin televisi akan rambut panjang, kulit putih, langsing tinggi semampai, bibir tipis, adalah sebuah parameter dari kecantikan wanita. Keserupaan sekolah dasar akan gambar yang baik adalah dua gunung dengan matahari ditengahnya serta jalan panjang yang lurus diantara dua buah sawah ber-pohon kelapa dipinggirnya.


tumblr_inline_n1pcp93jXk1szj3t3.jpg

Marah ketika ternyata media didik yang mencapai pelosok daerah yaitu televisi ternyata sama sekali tidak mendidik, tapi menyeragamkan. Akhirnya semua hal yang tidak masuk televisi dianggap adalah hal yang tidak terdidik. Mahasiswa berambut gondrong dicap berandal, karena pandangan masyarakat akan agent of change adalah sosok kutu buku dengan rambut belah pinggir klimis serta baju rapi dan duduk didepan saat kuliah berlangsung. Hanya karena musik yang berisik, aksi panggung yang brutal, penampilan yang tidak mewah, lantas semua pelaku serta penikmatnya seringkali dianggap amoral dan tidak berpendidikkan.


Seperti halnya kekasih pujaan, kita bebas memilih pribadi yang cerdas dan berpendirian atau sekedar lapisan foundation di pipi serta heels yang membantunya berdiri, dan hanya seonggok rongsok belaka saat itu hilang. Sampai seorang teman berkata ‘gila doi ya, asal ada rekti (vokalis The S.I.G.I.T) kemana aja pasti dikejar cuma buat nonton’ yap! Memang benar, dan ini yang membuat scene ini tetap hidup meskipun sesak nafas, karena beruntungnya masih ada orang-orang yang mencintai gadis-gadis tak bergincu. Pergeseran norma itu terus mendapatkan pemberontakkan oleh segelintir orang-orang non-stereotype yang punya otak untuk mencintai ‘orangnya’ bukan ‘make-upnya’.

Cukup?


tumblr_inline_n1pcnvP3OE1szj3t3.jpg

(photos credit to ligamusiknasional)

Burgerkill, Noxa, Navicula, Simponi, Gugun Blues Shelter, Slank, Aftercoma, Sigmun, segelintir deretan insan (maafkan saya yang berpengetahuan terbatas) yang justru mengharumkan nama Indonesia lewat karyanya masing-masing. Isu politik, isu lingkungan, pemberantasan satwa, sedikit hal yang diangkat menjadi produk mereka sebagai bukti kecerdasan mereka mengaplikasikan fungsi sosialnya sebagai manusia.


Sudah?


Belum, untuk para penikmat musik terhadap pelaku musik yang disukainya, cintai genrenya, pola pikirnya, serap ilmunya, inspirasinya dan dengan demikian kalian akan tau seberapa cerdas musisi-musisi independent idealis yang sekarang masih terus berkarya, seberapa jenius mereka (seperti Dave Grohl, Phil Anselmo, Rekti The S.I.G.I.T, Adrian Adioetomo, etc.), seberapa tidak tercerminnya mereka dari citra negatif yang sering diludahkan oleh ‘kaum putih’ terhadap scene yang mereka geluti. …and justice for all? saat pembabat hutan, pemburu binatang, penyatut rupiah, oknum aparat, dan segenap kaum yang mengaku berinteligensi tinggi justru tertangkap basah dan tidak mendapatkan sanksi sosial, lantas penikmat musik rock serta semua kaum underground justru terinjak-injak. Musik keras bukan kejahatan, karena indra pendengaran serta akhlak seseorang tidak ada korelasinya.



-soudthjoe


 
 
 

Comments


Featured Posts
Recent Posts
Archive
Search By Tags

© 2014 by Boldmagz. Proudly created with Wix.com

bottom of page